PERHATIAN!!!
Penggunaan sebagian atau seluruh materi dalam portal berita ini tanpa seijin redaksi tabloidjubi.com akan dilaporkan kepada pihak berwenang sebagai tindakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang HAK CIPTA dan/atau UU RI Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,
Jayapura, Jubi – Dokumen historis pendirian Negeri Selandia Baru, Perjanjian Waitangi, akan dipublikasikan dalam 30 bahasa termasuk dua bahasa di Pasifik.
Baik perjanjian versi bahasa Māori maupun Inggris telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa termasuk bahasa isyarat Selandia Baru oleh New Zealand Society of Translators and Interpreters.
Terjemahan itu akan dipublikasikan dalam buku bertajuk Treaty Times Thirty yang akan dipersembahkan kepada publik Selandia Baru akhir bulan ini.
Juru bicara proyek tersebut, Stefan Grand-Meyer mengatakan peluncuran ini untuk memeringati 30 tahun organisasi Penerjemah dan Interpreter Selandia Baru itu, yang melibatkan hampir 150 penerjemah dan penilai yang memeriksa hasil terjemahan tersebut.
“Untuk satu bahasa, kami membutuhkan minimal tiga penerjemah yang setuju untuk berkolaborasi dan menghasilkan terjemahan terbaik.”
Grand-Meyer menjelaskan alasan dibalik penerjemahan teks Māori tentang Te Tiriti O Waitangi teks Inggrisnya agar kebudayaan lain dapat memahami perbedaan arti antara kedua teks itu.
Perjanjian Waitangi (dalam Māori disebut Te Tiriti O Waitangi) adalah perjanjian yang pertama kali ditandatangani pada 6 Februari 1840 oleh wakil Kerajaan Inggris dan berbagai kepala suku Māori dari Pulau Utara Selandia Baru. Hal itu yang kemudian melahirkan deklarasi kedaulatan Inggris atas Selandia Baru oleh Gubernur Letnan William Hobson pada Mei 1840 (Wikipedia).
Karena kesulitan menemukan penerjemah yang dapat langsung menerjemahkan dari Māori ke bahasa lain, maka penafsiran Inggris dari Tiriti O Waitangi oleh Sir Hugh Kawahru digunakan sebagai dokumen sumber terhadap teks Māori.
Sementara terjemahan perjanjian versi Māori dan Inggris itu sudah dipublikasikan dalam bahasa Samoa, Tonga, Niuean dan Tuvaluan, proyek Treaty Times Thirty akan menambah dua bahasa Pasifik lainnya: Bislama dan Fijian.
Tujuannya, kata Grand-Meyer agar perjanjian itu dapat lebih mudah diakses bagi para imigran dan mendorong masyarakat internasional memahaminya lebih baik lagi.
“Selandia Baru semakin menjadi bangsa yang beragam termasuk etnik dan bahasa. Sangat sulit menjadi bagian dari masyarakat kami jika anda tidak mengetahui dan memahami sejarah kami,” ujarnya.(*)
SebelumnyaFrustasi sosial, picu lonjakan kasus kekerasan domestik di Kepulauan Cook |
SelanjutnyaPM Sogavare tegaskan aliansi dengan Taiwan |